Tulisan ini merupakan Artikel Edukasi Dampak COVID-19 Seri Pertama. Pantau terus kelanjutan seri artikel ini untuk mengetahui dampak COVID-19 pada ekonomi dan bisnis di Indonesia.
Merebaknya wabah virus corona atau COVID-19 tak cuma membahayakan kesehatan jasmani, tapi juga kesehatan finansial. (baca juga: Waspada! Virus Corona Justru Ancam “Kesehatan” Ekonomi Indonesia) Geliat bisnis mulai lesu. Berbagai sektor bisnis pun ikut terdampak, UMKM (Usaha Mikro Kecil & Menengah) pun tak luput kena dampak. Pasalnya, jenis usaha ini banyak yang bergantung pada uang hasil penjualan barang dagangan.
Tentu, jika semua orang berdiam di rumah, tidak ada pelanggan yang akan membeli barang-barang tersebut. Secara otomatis pendapatan pelaku bisnis UMKM akan menurun drastis. Lantas, bagaimana mereka harus membayar karyawan, beli bahan baku, ongkos produksi, hingga sewa? Belum lagi ada pinjaman usaha yang cicilannya harus tetap dibayar.
Dengan adanya teknologi digital saat ini, bukan berarti roda ekonomi berhenti. Meski berada di rumah, tentu masih ada barang-barang dibutuhkan oleh konsumen. Pelaku UMKM dapat mulai meng-online-kan bisnis atau membuka layanan pesan antar. Jadi, pelanggan UMKM tidak berhenti mengkonsumsi, tapi berubah perilakunya karena berada di rumah. Gunakan kesempatan ini untuk mempertahankan pelanggan.
Meski demikian, angka penjualan tentu tidak akan seperti saat tidak ada wabah COVID-19. Penurunan omzet masih mungkin terjadi. Oleh karena itu, pelaku UMKM tetap perlu mengantisipasi agar pembayaran kredit tidak bermasalah (tersendat). Karena jika kondisi ini terus berlanjut, kredit pun terancam gagal bayar.
Kredit bermasalah juga biasa disebut dengan Non Performing Loan (NPL). NPL merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset lembaga keuangan. Jika banyak peminjam yang kreditnya bermasalah, tentu angka NPL-nya akan makin tinggi. Kredit bermasalah yang tidak segera diselesaikan dapat berakhir sebagai kondisi gagal bayar. Saat pemasukan berkurang, bayar cicilan telat atau menunggak. Inilah kondisi kredit bermasalah. Tentu, kondisi ini harus segera diatasi, agar tidak benar-benar terjadi gagal bayar. Misalnya dengan pengajuan keringanan bunga, restrukturisasi cicilan, hingga tunda bayar.
Tak Cuma Saat Krisis
Tahukah Anda? Gagal bayar bukan hanya terjadi saat krisis lho! Tapi juga terjadi di saat normal. Dalam kondisi normal, gagal bayar dapat terjadi karena pendapatan bisnis menurun, sehingga UMKM mengalami penurunan kemampuan untuk membayar cicilan pinjaman. Penurunan pendapatan terjadi karena berbagai sebab, seperti berkurangnya minat konsumen pada produk/layanan (kurang inovatif), pelanggan yang berpindah pada saingan, kenaikan bahan baku, kesalahan strategi bisnis, hingga pasar yang sudah jenuh.
Sama seperti bisnis lainnya, modal juga menjadi kebutuhan yang vital bagi UMKM. Bedanya, UMKM sering menghadapi kesulitan atau kekurangan modal. Kendala ini kerap menghalangi UMKM mengembangkan bisnisnya. Tanpa tambahan modal tidak mungkin mereka dapat membeli mesin produksi baru, menambah karyawan baru, membuka cabang baru, atau meningkatkan biaya promosi. Oleh karena itu, pinjaman modal usaha, kerap jadi pilihan.
Seiring berjalannya waktu, pinjaman usaha pelaku UMKM akan lunas dengan pembayaran yang dicicil tiap bulan. Namun, bisnis tidak semulus itu, ada saja “badai” yang menerjang. Misalnya, kenaikan harga bahan baku dan pelaku UMKM sulit menaikkan harga atau mengurangi kualitas produk, karena takut konsumen berpindah ke pesaing. Terpaksa mereka harus mengurangi laba. Jika kondisi ini terus berlanjut, pelaku bisnis akan kesulitan membayar cicilan. Ancaman gagal bayar terbuka lebar.
Masalah bisnis UMKM bukan hanya berasal dari faktor eksternal seperti contoh di atas, tapi juga internal. Beberapa diantaranya adalah manajemen keuangan yang belum profesional, kesulitan melakukan pemasaran, hingga kemampuan SDM yang rendah. Tentu, faktor-faktor ini dapat mempercepat potensi gagal bayar. Mengapa demikian?
Mari kita lakukan simulasi dengan contoh kasus kenaikan harga bahan baku. Tanpa memiliki manajemen keuangan yang profesional, Anda sulit mengetahui berapa besar dampak kenaikan tersebut pada bisnis Anda. Anda tidak akan punya petunjuk untuk mengambil keputusan. Tidak menaikkan harga memang bukan keputusan buruk, tapi jika dilakukan tanpa perhitungan, akan menggerus laba. Dengan demikian Anda kesulitan membayar cicilan pinjaman usaha.
Nah, itulah beberapa paparan tentang terjadinya gagal bayar saat kondisi normal. Sebelum hal ini terjadi, Anda dapat mengantisipasinya dengan memperbaiki manajemen internal. Namun, potensi gagal bayar tidak hanya berhenti di situ, badai COVID-19 terbukti mengancam berbagai sektor bisnis. Mulai dari barang dagangan yang tidak laku hingga gagal bayar. Memangnya sebesar apa potensi gagal bayar akibat COVID-19?
Potensi Gagal Bayar Akibat COVID-19
Dengan adanya wabah COVID-19, potensi gagal bayar pun meningkat karena kemauan dan kemampuan pelanggan untuk beli produk Anda berkurang. Himbauan dan kampanye stay at home atau “di rumah aja” akan mengurangi penghasilan bisnis UMKM. Apalagi kebanyakan UMKM, bisnisnya mengandalkan interaksi tatap muka dengan pembeli. Ditambah lagi perputaran uang bisnis UMKM yang sifatnya harian. Tak ada pembeli, maka tak ada pemasukan.
Kendala di atas bisa disiasati dengan memberikan layanan antar (delivery) kepada pelanggan langsung ke rumah pelanggan. Dengan demikian, dagangan Anda tetap laku, meski pembeli tidak langsung bertatap muka dengan Anda. Pedagang pasar kota Malang dan Jakarta mulai membuka layanan pesan antar semacam ini untuk menarik pembeli.
Selain membuka layanan “jemput bola”, seperti di atas. Ada juga UMKM yang bertahan di tengah krisis COVID-19 dengan beralih membuat alat – alat kesehatan seperti masker dan APD (alat pelindung diri). Tentu ini pilihan yang bagus, apalagi pemerintah pun mendukung langkah ini. Banyak tenaga medis yang membutuhkan APD saat berjuang melawan wabah virus corona.
Meski demikian, perlu diketahui jika pelanggan-pelanggan Anda juga kena dampak krisis akibat COVID-19. Ada yang pendapatannya menurun, dirumahkan, gaji dipotong, bahkan sampai kehilangan pekerjaan. Pendek kata, kemampuan konsumen untuk membeli barang makin menurun. Selain berfokus pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok, konsumen juga cenderung menyimpan dan menghemat uangnya hingga krisis berakhir.
Anda beruntung jika berbisnis bahan-bahan pokok. Separah apapun krisisnya, konsumen akan tetap membeli. Namun, Anda harus ingat bahwa mereka juga sedang berhemat. Penurunan omzet sangat mungkin terjadi, sehingga arus kas Anda akan terganggu. Ancaman gagal bayar pun sudah pasti akan menghantui.
Diperlukan Penanganan yang Berbeda
Jika dalam kondisi normal, “badai” yang memicu gagal bayar bisa diprediksi kapan berakhirnya, maka badai krisis COVID-19 tidak. Tidak ada yang tahu pasti kapan wabah virus corona ini akan berakhir. Dalam kondisi normal, Anda bisa mengantisipasi “badai” dengan memperbaiki manajemen keuangan, meningkatkan kualitas SDM, hingga melakukan promosi dengan lebih gencar. Niscaya, kemungkinan gagal bayar bisa Anda tekan. Dengan kata lain, gagal bayar lebih mudah diantisipasi karena lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal.
Saat krisis akibat COVID-19, lebih banyak faktor eksternal yang memegang kendali. Mulai dari ketidakjelasan kapan wabah berakhir, aturan physical distancing, work from home, PSBB (Pembatasan Sosal Berskala Besar) hingga pembatasan waktu berjualan. Tentu semuanya itu di luar kendali Anda bukan? Faktor inilah yang membuat potensi gagal bayar makin meningkat.
Namun Anda tidak perlu khawatir, masih ada cara agar arus kas Anda tetap lancar, sehingga cicilan pinjaman Anda tetap terbayar. Mulailah dengan menyediakan uang tunai yang cukup untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak terprediksi. Jika perlu cairkan aset-aset yang kurang produktif. Kedua, mulailah meng-online-kan bisnis Anda. Strategi ini akan menolong Anda saat semua orang sedang work from home dan physical distancing. Ketiga, Anda perlu menyesuaikan dagangan sesuai dengan yang sedang dibutuhkan masyarakat. Misalnya, vitamin dan produk-produk kesehatan.
Ingin tetap produktif saat Work From Home? Dapatkan tipsnya di sini
Potensi gagal bayar memang makin meningkat di tengah wabah COVID-19. Namun, Anda dapat melengkapi langkah antisipasi dengan memastikan ketersediaan akses modal usaha. Jika Anda punya tabungan cukup besar, sangat bagus. Namun jika tidak, Anda dapat meminjam di Modalku. Jangan khawatir, Modalku tetap bisa tekan angka gagal bayar peminjam. Penasaran bagaimana caranya? Simak artikel edukasi seri 2 di sini!
Anda juga dapat mengakses informasi tentang tips-tips keuangan, gaya hidup, produk keuangan, hingga alternatif investasi di blog.modalku.co.id. Awali kebebasan finansial dengan memperkaya literasi keuangan bersama kami. Ayo jelajahi blog kami!
Artikel blog ini ditulis oleh Modalku, pionir platform pendanaan digital bagi UMKM di Indonesia dan Asia Tenggara. Kami menyediakan pinjaman modal usaha bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tanah air dan membuka opsi investasi alternatif dengan bunga menarik bagi pemberi pinjaman.
Modalku memenangkan Global SME Excellence Award dari ITU Telecom, salah satu badan organisasi PBB, di akhir tahun 2017. Modalku juga memenangkan Micro Enterprise Fintech Innovation Challenge yang diselenggarakan oleh United Nations Capital Development Fund (UNCDF) dan UN Pulse Lab Jakarta di tahun 2018. Visi kami adalah memberdayakan UMKM untuk bersama memajukan ekonomi Indonesia. Lihat statistik perkembangan pesat Modalku di sini.
Tertarik mengenal Modalku lebih baik? Klik di sini.
Modalku secara resmi berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).