“Ping!”
Mata Aldo langsung mengarah mengecek pesan yang barusan masuk. Notifikasi dari platform pencari kerja. Sejenak ia menunda meletakkan sendok dan garpu dari mangkok baksonya.
Notifikasi tersebut menyatakan bahwa Aldo diterima sebagai anak magang di sebuah perusahaan produsen camilan sehat. Raut muka Aldo mendadak antusias. “Seru nih kayaknya kerja di sini,” ungkapnya dalam lamunannya.
Tak berselang lama Dewi datang, dan menepuk pundak Aldo. “Aldo!”
Tepukan bahu pun mendarat di bahu Aldo, lamunannya pun buyar.
“Eh Dewi, kamu, baru dateng ya, buruan pesen makan”, Ujar Aldo
“Iyaaa, ini juga mau pesen!”, Seketika, Dewi pun memesan nasi gila favoritnya.
Setelah nasi gila pesanan Dewi datang, ia pun segera memakannya. Dewi dan Aldo pun larut dalam perbincangan. “Aku lagi ngelamar magang di kantor ini nih!” tukas Aldo sembari menunjukkan laman lamaran di smartphone-nya. “Owh, tau gue, itu lagi nge-hits tuh produknya, ada yang jualan langsung di mobil gitu, rame banget,” balas Dewi. “Beneran? wah buruan gue klik deh lamarannya,”
Mereka berdua lanjut makan menu masing-masing.
Nobar Tilik “Bu Tejo”
Sembari makan, Aldo mengecek dan scroll smartphone miliknya. Gerak jemarinya terhenti saat ia melihat sebuah cuplikan konten video di Instagram. “Jan, lihat deh ni orang, et dah nyinyirnya,”. Aldo menyodorkan smartphonenya. “Wahahaha iya, coba liat video lengkapnya di Youtube”. Aldo menjawab sembari memasangkan headset pada smartphonenya. Aldo dan Dewi pun berbagi headset dan mulai menonton film Tilik secara lengkap.
Setelah beberapa menit menonton…
“Gile-gile, Bu Tejo mulutnyaa…. julid parah…. Mengalir gitu pedesnya… hahaha”. Tutur Dewi.
”Iya nih, parah, emang ye mulut nyinyir…. Mirip banget ama tetangga gue di kampung. Natural banget ini,” sahut bu Aldo.
Mereka pun lanjut menikmati kejulidan-kejulidan tokoh Bu Tejo yang diiringi oleh riuh ibu-ibu lainnya.
Selesai menonton. Aldo mengungkapkan kesannya.
“Keren sih ni filmnya, ga nyangka endingnya. Kenyinyiran Bu Tejo didukung dengan praduga cukup logis. Yang tentang orang yang baru kerja udah bisa beli ini itu. Ga mungkin kan itu kerja biasa. Coba liat scene yang ini”
“Cah, wedok nyambut gawe, kok duwite langsung akeh. Kan yo pertanyaan lo kuwi”.
”Nembe, nyambut gawe, handphone anyar, motor anyar.”
Dewi pun menanggapi,
“Kalo menurut gue ya, kerja abis itu duitnya banyak kan ga selalu kerja ga bener do. Tergantung kerjanya juga. Atau bisa jadi dia anaknya seneng investasi”
“Emang gitu ya. Tapi ya nggak mungkin juga kan! Ini kan setting di Jogja. Lu tau lah UMRnya berapa. Mana ada kerjaan yang gajinya gede di sana. Lagian ending filmya kan si Dian sama Om-Om kan. Jadi, tuduhan-tuduhan Bu Tejo terbukti dong” sahut Aldo.
Perdebatan Aldo dan Dewi pun berlanjut. Tentu saja tentang tokoh Dian dan kemungkinan-kemungkinan sumber pendapatannya. Dewi mengutarakan pendapatnya tentang banyaknya pekerjaan bergaji besar di zaman digital saat ini. Desainer grafis, penulis, content creator, freelance programer, hingga pemandu wisata, seperti yang disebutkan Yu Ning dalam film.
Menurut Aldo, pendapat Dewi tetap kurang masuk akal. Karena meski pekerjaan-pekerjaan tersebut berpotensi menghasilkan pendapatan besar, namun itu di Jakarta, ibukota. Bukan di Jogja. Dewi pun langsung membantahnya. Menurutnya, di era digital sekarang, kerja pun tidak harus datang ke tempat tertentu. Bisa saja pekerjaan datang dari Ibukota dengan rate ibukota, namun dikerjakan di Jogja, atau kota-kota lainnya.
“yaelah, jaman sekarang asal ada internet kan bisa kerja. Batasan jarak dan perbedaan gaji sesuai kota tuh udah mulai samar. Asal portofolionya bagus, ya bisa aja kita pasang harga tinggi buat hasil kerja kita,” tukas Dewi.
“Belum lagi kalau itu emang dari awal kerja dia udah sisihin sedikit demi sedikit. Ini gue ga cuma ngomongin tokoh Dian di film ini ya. Ini kita ngomongin yang umum aja. Misalnya nih ya, lu magang kan. Dapet gaji kan tuh, itu jangan dipake semua. Langsung sisihin buat investasi. Nah, dari situ kan dapet income tambahan ” imbuh Dewi.
Aldo hanya manggut-manggut dan mengamini perkataan Dewi. Kekagumannya pada sosok Dewi pun semakin bertambah.
“Bener juga sih, lu pinter juga soal investasi. Keren.” puja Aldo.
Dewi pun hanya tertawa tersipu.
Pembicaraan mereka pun berlanjut tentang berbagai instrumen investasi. Dewi kembali menyinggung tokoh Dian yang memang wajar jika beli barang-barang baru, karena mungkin saja mendapat banyak income tambahan dari investasi.
Sembari berdiskusi Aldo pun googling. Ia mencari investasi masa kini untuk milenial. Setelah scroll beberapa kali, ia menemukan alternatif investasi Modalku.
“Nih Wi, lu pernah denger Modalku gak? peer-to-peer lending. ”
“Owh, tau. Itu alternatif investasi, jadi kita tuh nggak cuma dapet pendapatan dari investasi, tapi juga bantu UMKM-UMKM di Indonesia.”
“Kok bisa?” tanya Aldo
“Bisa dong. Jadi dana kita dipinjamkan ke pengusaha kecil lewat Modalku. Nanti, kita dapet untung dari bunga pinjaman itu. Makanya namanya, peer-to-peer lending” papar Dewi.
“Ehmm. Jadi kek gotong-royong gitu ya. Orang yang duitnya lebih, bantu yang lagi butuh duit.” sahut Aldo
“Iya, keren kan itu. Apalagi yang dibantu kan UMKM. Which is UMKM tuh kontribusinya gede banget ke ekonomi negara. Coba lu googling deh cari “gotong royong dalam platform pendanaan digital bagi UMKM”
Tanpa menunggu lama Aldo pun langsung mengetik kata “gotong royong dalam platform pendanaan digital bagi UMKM” di HPnya. Munculah artikel “Semangat Gotong Royong dalam platform pendanaan digital bagi UMKM”. Sejenak Aldo pun membaca artikel tersebut.
“Wih keren banget itu Wi! Eh lu tahu nggak? Kalo sebenernya gue tuh cari tempat magang yang bisa ngasih impact gitu. Nah, apa gue cari kesempatan magang di perusahaan peer-to-peer lending ya?” tanya Aldo
“Hahaha, ga harus gitu. Lu coba aja ikut jadi pemberi pinjaman di Modalku. Kan otomatis lu bantu UMKM yang butuh modal. Dari situ, lu bisa bantu wujudkan mimpi jutaan UMKM di Indonesia lho!,” sahut Dewi.
Obrolan mereka pun berlanjut, dan kembali membicarakan rencana Aldo untuk bekerja. Dewi berkelakar, nanti jika ia mulai alternatif investasinya, awas dicurigai orang-orang seperti Dian, yang baru kerja sebentar sudah bisa beli barang. Mereka pun tertawa terbahak.
Anda juga dapat mengakses informasi tentang tips-tips keuangan, gaya hidup, produk keuangan, hingga alternatif investasi di blog.modalku.co.id. Awali kebebasan finansial dengan memperkaya literasi keuangan bersama kami. Ayo jelajahi blog kami!
Artikel blog ini ditulis oleh Modalku, pionir platform pendanaan digital bagi UMKM di Indonesia dan Asia Tenggara. Kami menyediakan pinjaman modal usaha bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tanah air dan membuka opsi investasi alternatif dengan pengembalian menarik bagi pemberi pinjaman.
Modalku memenangkan Global SME Excellence Award dari ITU Telecom, salah satu badan organisasi PBB, di akhir tahun 2017. Modalku juga memenangkan Micro Enterprise Fintech Innovation Challenge yang diselenggarakan oleh United Nations Capital Development Fund (UNCDF) dan UN Pulse Lab Jakarta di tahun 2018. Visi kami adalah memberdayakan UMKM untuk bersama memajukan ekonomi Indonesia. Lihat statistik perkembangan pesat Modalku di sini.
Tertarik mengenal Modalku lebih baik? Klik di sini.
Modalku secara resmi berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ubaidillah Pratama is Modalku SEO & content marketing, blog writer & FinTech enthusiast.